Usai berakhirnya perang Gaza beberapa bulan lalu, para psikiater di Gaza menyebutkan anak-anak merupakan bagian korban perang yang paling menderita kejiwaannya. Salah satu bentuk efeknya adalah, kecenderungan untuk melakukan kekerasan guna melampiaskan kemarahan dan kesedihan yang menggumpal dalam dada mereka. Mereka, dianggap wajar memiliki kondisi jiwa seperti itu, karena dipahami, ketidakberdayaan mereka melawan alat-alat perang Israel yang semena-mena melakukan serangan.
Dari sanalah, muncul inisiatif untuk menyalurkan gejolak emosi itu dalam bentuk yang positif, yakni latihan bela diri. Kung Fu adalah salah satu cabang bela diri yang kini mulai dibuka di Beit Laheya.
Shalih Mashri (9) yang mengikuti latihan itu mengatakan, “Olah raga ini membuat saya lebih kuat dan mampu membela diri, keluarga, tanah air saya dari orang-orang Yahudi.” Seorang murid latihan kungfu yang sudah bersabuk merah menimpali, “Kami lari rumah karena kami khawatir pemboman. Tapi setelah kami melakukan latihan setiap hari di sini, saya merasa bertambah kuat dan tidak merasa takut lagi dengan siapapun.” Ada lagi seorang anak Abu Herbeid (9) yang mengatakan hal serupa. Katanya, “Tidak ada orang yang bias menyakiti kami bila kami menjadi pahlawan kung fu. Semuanya akan takut karena kami kuat dan berani… “
Pelatih Kung Fu, Osama, mengatakan bahwa dirinya telah belajar Kung Fu sejak tiga tahun lalu. Ia mengatakan selalu bahwa apa yang diajarkannya itu kalau tidak digunakan dengan benar akan menjadi permainan yang berbahaya. “Ada sejumlah kecelakaan dalam latihan, tapi kami berusaha melatih dengan baik. Kami mencintai olrah raga ini karena hal ini menjadikan kami lebih merasa lapang dan bias menyalurkan kemampuan fisik kami.”
Menurut dr Eyad Siraj, Direktour Program Kesehatan Jiwa di Gaza, kecenderungan anak-anak kepada jenis olah raga bela diri ini memang merupakan salah satu efek perang. Peperangan yang berlangsung selama tiga minggu berturut-turut telah mewarnai jiwa anak-anak. “Perang menjadi sebab utama trend bela diri di kalangan anak-anak Gaza, karena sebelumnya trend ini tidak ada. Benturan psikologis yang dialami anak-anak menjadikan mereka cenderung pada kekerasan lebih tinggi, dan itu terlihat dalam kecenderungan mereka memilih olah raga bela diri.” Tapi ia sendiri tidak menganggap hal itu negative, justru sebaliknya, “bela diri kung fu ini baik untuk melatih diri dan menyalurkan potensi dalam diri. Tapi kita harus hati-hati agar ini tidak menjadi sarana meningkatnya kekerasan.” (mln/iol)
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar